Kenali Pengertian dan Tujuan Utama Lean Start-up

Kenali Pengertian dan Tujuan Utama Lean Start-up

Membangun sebuah start-up bukan berarti Anda harus memiliki seluruh sumber daya yang dibutuhkan. Anda bisa mencoba lean start-up sebagai langkah awal dalam berbisnis. Tujuan utama lean start-up pun sangat menguntungkan bagi Anda yang baru terjun ke dunia start-up untuk pertama kalinya.

Apakah lean start-up itu? Mengapa metode ini sangat direkomendasikan bagi pengusaha pemula? Temukan jawabannya di artikel ini.

Pengertian Lean Start-up

Lean start-up adalah metode pengembangan produk dalam waktu relatif singkat dan melibatkan konsumen. Anda lebih fokus pada proses pengembangan produk sesuai kebutuhan target pelanggan dengan meminta feedback dari mereka. Feedback pelanggan sangat membantu proses evolusi produk yang lebih cepat daripada metode tradisional.

Singkatnya, lean start-up merupakan metode untuk menciptakan produk sesuai selera atau kebutuhan target pasar dan memberikan solusi yang dinamis agar produknya tidak mengalami kegagalan saat dipasarkan.

Ada lima prinsip utama dalam metode lean start-up, yaitu:

  • Dapat dilakukan oleh siapa pun.
  • Berfokus pada pengelolaan jangka panjang.
  • Melibatkan proses pengembangan yang terus-menerus.
  • Melakukan inovasi terhadap prototipe berdasarkan masukan (feedback).
  • Bertujuan untuk menghasilkan produk terbaik.

Metode lean start-up sangat ideal bagi pengusaha pemula. Anda hanya fokus mengembangkan prototipe produk sesuai kebutuhan atau permintaan pelanggan. Anda pun tidak harus mengelola seluruh aspek dalam perusahaan start-up selama menjalankan metode ini.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Perkembangan Startup di Indonesia

Tujuan Utama Lean Start-up

Sama seperti membangun bisnis biasa, ada risiko yang harus Anda hadapi saat membangun start-up. Risikonya adalah produk yang diciptakan tidak menjawab permasalahan atau sesuai keinginan pelanggan. Itulah tujuan utama lean start-up, yaitu mengurangi risiko saat membuat sebuah prototype. 

Anda membangun sebuah prototipe sesuai feedback pelanggan dalam metode lean start-up. Ketika prototipe tersebut diluncurkan, Anda tidak perlu khawatir produknya tidak akan diminati karena sudah ada basis pasar yang membutuhkannya. Walaupun begitu, Anda harus menciptakan prototipe yang memiliki fitur standar dan memang berpotensi menarik di mata pelanggan.

Anda akan mendapatkan feedback dari pengguna prototipe produk setelah mencobanya. Feedback tersebut dapat menentukan keputusan Anda untuk meningkatkan performa prototipe atau meninggalkannya. Apabila tidak mendapatkan tanggapan bagus, Anda bisa menghentikan proses pengembangan prototipe tersebut dan beralih ke proyek prototipe baru. Produktivitas Anda pun tidak akan sia-sia dan terus meningkat dengan penerapan metode ini.

Baca Juga: Jenis-Jenis Kebutuhan Pelanggan dan Tips Memenuhinya

3 Fase dalam Lean Start-up

Ada tiga fase dalam lean start-up, yaitu build (membangun), measure (mengukur), dan learn (mempelajari). Tiga fase tersebut harus dipenuhi agar Anda lebih efisien saat memanfaatkan sumber daya yang diperlukan untuk membangun prototipe.

Baca Juga: 8 Pilihan Pemasaran Online pada Perusahaan Startup

1. Build (Membangun)

Pada fase ini, Anda berusaha untuk membuat dan membangun sebuah prototipe sederhana. Prototipe yang dibuat berasal dari ide produk yang sesuai kebutuhan pelanggan. Setelah dikembangkan, prototipe tersebut diuji ke pasar. Tujuannya untuk mengetahui kesesuaian antara prototipe dengan kebutuhan pelanggan.

Tidak semua pelanggan bisa mendapatkan prototipe tersebut, melainkan hanya kelompok kecil dari berbagai demografi. Anda akan mengetahui respon pelanggan terhadap prototipe tersebut sehingga bisa melanjutkan untuk merilis versi akhirnya.

Baca Juga: Studi Kasus: Search Campaign Dengan Penargetan Demografik

2. Measure (Mengukur)

Berikutnya, Anda harus mengukur sebuah prototipe sesuai feedback dari pelanggan saat mencobanya. Feedback sangat berguna supaya Anda bisa mengembangkan produk sehingga sesuai kebutuhan pelanggan. 

Feedback yang didapatkan tidak selalu bernada positif. Anda bisa menghentikan pengembangan sebuah prototipe apabila mendapatkan feedback negatif sehingga tidak perlu menyia-nyiakan lebih banyak sumber daya.

3. Learn (Mempelajari)

Terakhir, Anda mempelajari dan menganalisis feedback dan data yang didapat dari fase measure (pengukuran). Anda juga akan membuat kesimpulan dan menentukan langkah yang akan diambil berikutnya dari hasil analisis tersebut.

Fase learn sebagai fase terakhir dari lean start-up menjadi penentu bahwa Anda perlu melakukan pengembangan atau perbaikan prototipe. Keputusan lainnya adalah mengubah strategi bisnis alias pivot untuk menghasilkan prototipe baru yang lebih sesuai kebutuhan target pelanggan.

Baca Juga: Mengetahui Cara Formulasi Strategi Bisnis Online yang Baik

Perbedaan Lean Start-up dan Traditional Start-up

Lean start-up memiliki perbedaan metode dan karakteristik dengan traditional start-up. Lean start-up membutuhkan karyawan yang mudah beradaptasi serta cekatan dalam bekerja dan belajar karena proses bisnisnya berjalan cepat. Karyawan pun ditugaskan untuk membantu proses pengembangan prototipe atau mengumpulkan feedback pelanggan.

Laporan keuangan lean start-up juga berfokus pada customer value dan customer acquisition cost karena berorientasi pada feedback pelanggan. Selain kualifikasi karyawan dan laporan keuangan, lean start-up dan traditional start-up memiliki perbedaan dalam karakteristiknya.

Jasa SEO

1. Karakteristik Lean Start-up

Lean start-up memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Pengembangan produk dilakukan sesuai keinginan atau kebutuhan pelanggan.
  • Menentukan minat pelanggan berdasarkan metode Validated Learning.
  • Berfokus pada metrik popularitas produk dan lifetime customer value.
  • Prototipe digunakan untuk menilai reaksi pelanggan terhadap produk yang sedang dikembangkan.
  • Berfokus pada eksperimen daripada rencana.

Baca Juga: 5 Strategi Efektif Demi Tingkatkan Customer Experience

2. Karakteristik Traditional Start-up

Berbeda dengan lean start-up, traditional start-up memiliki karakteristik di bawah ini:

  • Memiliki rencana bisnis (business plan) jangka panjang dan beberapa tahun mendatang.
  • Rencana bisnis ini berguna untuk memperoleh pendanaan dari angel investor dan venture capital.
  • Proyeksi keuangannya jelas.
  • Prototipe tidak dipublikasikan dan dibuat secara rahasia sehingga hanya karyawan dan investor yang mengetahui proyeknya.

Terlepas dari perbedaannya, keduanya memiliki kesamaan dalam hal tujuan, yakni memberikan solusi terhadap suatu permasalahan melalui sebuah produk. Hanya saja, tujuan utama lean start-up lebih spesifik, yaitu mengurangi risiko dan inefisiensi sumber daya dalam membangun dan mengembangkan prototipe.

Prototipe ini akan dikembangkan menjadi produk yang bisa digunakan oleh khalayak luas nantinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Anda membutuhkan strategi Digital Marketing yang ideal untuk mempromosikan produk baru. Anda tidak harus buru-buru merekrut karyawan untuk tugas tersebut, cukup lakukan kerja sama dengan ToffeeDev, agensi Digital Marketing terbaik di Indonesia. 
Kami menyediakan jasa Digital Marketing lengkap, mulai dari SEO hingga iklan media sosial. Diskusikan mengenai target pasar Anda dan kami akan melancarkan strategi yang tepat sasaran. Hubungi kami sekarang juga dan populerkan produk start-up Anda bersama kami.

Share this post :

Scroll to Top
WhatsApp chat