Mematahkan 5 Halangan Umum untuk Marketing Kontekstual

Dalam dunia yang selalu berkembang dan memiliki banyak jaringan seperti sekarang, hal ini cukup sulit untuk membuat setiap interaksi dengan konsumen berarti. Seorang kolumnis, Mike Sands — dalam marketingland.com — menjelaskan rahasia untuk membawa lebih banyak pendekatan konsumen yang bertahan lama dan setia.

Apakah program pendekatan marketing kamu secara rutin log in ke website sebuah brand atau aplikasi? Atau memanfaatkan CRM (customer relationship management) atau data pelanggan yang setia untuk mengambil perilaku pelanggan yang sudah kita kenal secara offline? Apakah kamu mengumpulkan data perilaku mereka melalui website atau aplikasi mobile?

Jika begitu, maka kamu memiliki sebuah pondasi yang kuat untuk memenuhi pendekatan 1:1 pada waktu yang tepat dan ditempatkan pada perjalanan proses seorang pembeli, sebuah keharusan pada kehidupan ekonomi saat ini.

Jadi, apa yang menahanmu?

Untuk banyak brand, terdapat ketidakmampuan untuk menghubungan semua data melalui platform. Ini merupakan tantangan paling biasa untuk para marketer yang ingin lebih dekat dengan konsumen mereka dengan menyediakan pengalaman yang berarti dan lebih personal.

Pendekatan dengan konsumen pada berbagai channel yang kita miliki merupakan pendekatan basis yang bisa berkelanjutan. Itulah alasan mengapa brand-brand besar seperti Amazon, Uber dan Apple bisa menjadi begitu popular.

Tanpa kemampuan untuk mengatasi identitas konsumen dan memproses data baru tingkah laku mereka dengan masing-masing interaksi, hal ini tidak mungkin terjadi untuk sebuah brand mengirimkan pengalaman 1:1 kepada konsumen mereka.

Untuk sebagian besar marketer, terdapat 5 penghambat untuk mereka mencapai tujuan:

  1. Time lag in data processing. Sebuah brand yang tidak bisa merespon konsumen tepat waktu karena permasalahan sinyal menjadi alasan mendasar kegagalan seorang marketer tidak bisa melakukan pendekatan. Apalagi jika konsumen tersebut merupakan konsumen yang potensial.
  2. Short-lived customer profiles. Ketika data cross-channel tersambung dan mempersatukan pada tingkat konsumen, hasil profilnya bisa diaktifkan agar lebih sesuai target, personal dan bahkan lebih. Akan tetapi, jika profilnya disatukan dan digunakan hanya untuk satu campaign, keuntungan dari hal tersebut akan berakhir tepat ketika campaignnya berakhir.
  3. Fragmented customer profiles. Penargetan akurat dan pesan yang telah dikustom membutuhkan profil yang kuat yang menawarkan tampilan lengkap dari identitas pelanggan, atribut dan riwayat perilaku. Ketika berbagai elemen ini, seperti data atribut, yang hilang, efisiensi dan relevansilah yang dikorbankan.
  4. Rented identity graphs. Jika kamu menggunakan ID sebuah vendor untuk mengidentifikasi pelanggan, kamu tidak bisa mengaktifkan profil konsumen kapan, dimana dan bagaimana seperti yg kamu inginkan. Ini bukanlah sesuatu yang bisa dipindah-pindah melalui semua marketing partner dan platform yang kamu punya. Oleh karena itu, kamu tidak bisa mengoptimalkan perjalanan konsumen melalui saluran yang berbayar dan punyamu sendiri.
  5. Incomplete analytics. Seringnya, beberapa brand terbatas untuk alat analisis partner mereka dan “partial insights” mereka dapat terbongkar. Ketika marketer terlalu pusing dengan berbagai data yang masuk, pihak ketiga tidak mungkin bisa tersambung dengan apa yang terjadi di dalamnya. Dan ini membuat analisa dan optimisasi dalam sebuah “tembakan” yang gelap.

Share this post :

Scroll to Top